Oleh Hana Wulansari
SejarahOne.id – Beberapa ratus tahun silam, para bangsawan kerajaan Nusantara diberikan hadiah-hadiah besar dan dukungan militer serta persenjataan oleh VOC. Para bangsawan seolah masuk dalam jebakan VOC. Hadiah yang tidak seberapa kemudian harus dibayar dengan eksploitasi perkebunan dan rempah-rempah bertahun-tahun.
Bahkan kemudian VOC menguasai hak tanah di nusantara dan memiliki kebebasan untuk memanfatkan tanah tersebut sekehendak mereka. Berawal dari berdagang, memberikan hadiah pada para raja dan bangsawan, kemudian mengadu domba. Dan Belanda memberikan dukungan militer pada salah satu pihak raja atau kerajaan yang diadu domba, seperti pada adu domba yang dilakukan pada Kerajaan Mataram ketika itu mengadu domba Pangeran Mangkubumi dan Paku Buwono. Baca: Berjuang Lawan Belanda Hingga Titik Darah Penghabisan. Berjuang Lawan Belanda Hingga Titik Darah Penghabisan. Setelah mendapatkan kesempatan dan dukungan kerajaan, Belanda mulai menguasai tanah-tanah dan mendudukinya untuk kepentingannya.
Pintu Suap VOC
Pada seratus tahun pertama penjajahan ekonomi dan politik dilakukan oleh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). VOC adalah perhimpunan konglomerasi Eropa yang dikoordinir oleh para konglomerat Belanda.Dimana para bangsawan dimanjakan dengan harta dan didukung tahtanya oleh VOC selama 70 tahun. 70 tahun pertama seluruh kebijakan politik ekonomi kerajaan-kerajaan Nusantara tunduk terhadap VOC.
Setelah satu generasi (70tahun) berhasil mereka tundukkan kaum bangsawannya dan selama 1generasi itu pula pribumi dimiskinkan, maka mulailah tahun ke 71 hingga tahun ke 100 para kaum imperialis berbuat sewenang wenang terhadap Pribumi.Satu persatu kerajaan Nusantara dihapus.
Kerja paksa pun merebak diseluruh negri untuk membangun Infrastruktur demi kepentingan VOC. Ratusan ribu kilometer jalur kereta, jalanan dan sebanyak 70 benteng pertahanan diseluruh Indonesia dibangun dengan “KERJA PAKSA” pribumi. Tercatat dalam sejarah selama VOC berkuasa, jutaan pribumi tewas dalam pembangunan Infrastruktur VOC.
Pada tahun ke -100, VOC diambil alih oleh pemerintah Belanda karena banyaknya korupsi di tubuh VOC yang menyebabkan kebangkrutan konglomerasi terbesar dunia dimasa lalu tersebut. Selama di bawah Penjajahan Pemerintah Belanda, kebijakan Kerajaan Belanda melebihi kesadisan yang dilakukan VOC.
Pembantaian etnis Melayu dan pembersihan Muslim berlangsung selama 85 tahun kekuasaan pemerintah Belanda.Slogan Tuhan para penjajah Portugis dan Belanda yaitu : Gold, Glory, Gospel di atas segalanya demi melancarkan perang salib era baru. Setelah puluhan tahun terjadi Pembantaian etnis maka bangkitlah para pejuang-pejuang Islam untuk membela Agamanya yang terancam dimusnahkan dari Nusantara.
Sejarah mencatat seluruh wilayah basis Islam melakukan perlawanan diantaranya Sumatera, Jawa, Borneo, Sulawesi, Ternate, Ambon. Semuanya melawan tanpa terkoordinasi sehingga mudah dikalahkan oleh Kerajaan Belanda kala itu.
China Mengulang Sejarah Penjajahan
Penjajahan Ekonomi Bergaya VOC Moderen Namun Lebih “Sadis” Dan Tak Berperikemanusiaan, jika direfleksikan pada masa sekarang tidak jauh berbeda dengan taktik China menguasai Indonesia.
Fase Pertama Penjajahan Ekonomi, Pribumi Dimiskinkan. Jika kita mengamati dengan kagum sebuah perusahaan PMA dari RRC yang menginvestasikan ratusan triliun rupiah uangnya di suatu wilayah masih tanpa infrastuktur di pulau Sulawesi, Kalimantan dan sebagian Sumatera. Perusahaan ini membangun infrastruktur sendiri mulai dari dermaga, jalan, tanur-tanur peleburan, power plants, area penimbunan bahan baku dan barang hasil produksi, instalasi pengolahan air bersih dan ekstraksi oksigen dari air laut, asrama pegawai, rumah sakit dan infrastruktur lainnya, yang diperlukan untuk melakukan kegiatan usaha peleburan bijih nikel yang ditambang dari ratusan ribu hektar areal penambangan yg mereka kuasai. Mereka bahkan membawa pekerja sendiri dari China hingga 20 ribu pekerja, dan meskipun lebih banyak pekerja dari Indonesia tapi diperlakukan sangat rendah dan bergaji jauh dibanding pekerja China.
Setelah mengagumi kehebatan semangat para pencari uang itu, kita lalu bertanya pada diri sendiri: “Apa ya kira kira yang didapat oleh rakyat Indonesia, pemilik asli dari sumberdaya alam Indonesia, dari kegiatan PMA itu?”
– Apakah lapangan pekerjaan (biasanya perusahaan PMA dari Jepang, Eropa dan Amerika menawarkan banyak lapangan kerja kepada buruh Indonesia yang relatif murah)?
Jawabnya: Jelas Tidak, karena 95 persen lebih pegawai perusahaan itu DIDATANGKAN dari China. Pribumi tersingkir.
– Pajak, kah yang diperoleh? Yuk kita lihat sama sama:
- Corporate Income Tax?… kayaknya sangat kecil atau nihil, atau malahan lebih bayar; kenapa? karena perusahaan mendapat berbagai fasilitas kemudahan penanaman modal termasuk investment allowance dan pembebasan pajak-pajak atas impor, sementara itu Credit Withholding taxes justru refundable.
- Payroll Taxes?… enggak juga, karena warga RRC yang bekerja di perusahaan itu digaji sebesar PTKP Indonesia dalam bentuk biaya hidup dan akomodasi yang disediakan oleh perusahaan plus sedikit uang saku, sedangkan hak gaji yang lebih besar dibayarkan kepada keluarganya di RRC (DJP tidak bisa mengakses data ini).
- VAT?… enggak lah ya, perusahaan ini justru kerjaannya minta restitusi PPN karena semua produksinya diekspor ke RRC.
- PBB?… mungkin ini satu satunya pajak yang mereka bayar, lalu berapa besarnya?
– Royalty yang dibayarkan kepada pemerintah atas hak penambangan?… saya rasa ini juga dibayar oleh PMA ini; tapi berapa besarnya?… Nobody knows, karena semua informasi tentang volume kegiatan penambangan, smelting dan ekspor nikel yang tahu hanya perusahaan PMA itu sendiri.
Pihak pemerintah Indonesia sepenglihatan saya, tidak “hadir” di lokasi untuk mengawasi semua kegiatan pada setiap saat, sehingga tidak bakal tahu berapa sesungguhnya kekayaan Indonesia yang telah dikeruk.
Ibaratnya, kalau perusahaan PMA itu membeli nikel dari pemerintah Indonesia, perusahaan itu dipersilakan mengambil sendiri dan membayar sesuai yang dia mau; enak betul, ya…
– Payment in any other forms?… could be, but only God knows…
– Multiplier Effect?… mungkin ada pasti tidak besar; semua bahan untuk membangun infrastruktur dan operasional perusahaan, sejauh dimungkinkan, menggunakan produk dan teknologi China dan jasa subkontraktor juga didatangkan dari negeri yang sama. Jadi kalaupun ada multiplier effect, akan lebih banyak terjadi di China, bukan di Indonesia.
Walhasil kekaguman saya disaat mengamati kehebatan warga RRC dalam kasus di atas, tiba tiba berubah menjadi kedongkolan luarbiasa, yaitu ketika saya melihat dari sisi Indonesia sebagai pemilik sumberdaya alam. “Kebaikan hati” pemerintah yang menyambut investor dengan karpet merah, untuk mengeruk SDA milik kita Bangsa Indonesia for only little compensation itu telah membuat saya marah.!!!
SADARKAH KITA?
- Awalnya Kerjasama usaha…(done).
- Masuk tenaga kerja china sebanyak banyaknya di PT PMA…(done).
- Lalu bikin “Keamanan” sendiri..pribumi sulit masuk. (done).
- Bikin Daerah/ kavlingTerbatas sendiri…pribumi sulit kontrol (done).
- Lalu boleh mendirikan Ormas asing, bikin pasukkan/ Satgas sendiri… (on progress).
- Lalu Asing boleh beli Property n Tanah sendiri… lalu dpt ktp dan hak ikut pemilu (done).
- Selanjutnya lagi digodok boleh Dwi kewarganegaraan negaraan… (on progress).
- Acuan mata Uang di alihkan ke mata uang china. (on progress).
- Dan terus bikin Partai sendiri… (on progress).
- Next ikut Pemilu, dibanjiri uang. Menang! (on progress).
- Presiden Asing… (on progress)
- Awal “Penjajahan” dimulai. UUD banyak dirubah. Karena kekuasaan mutlak ada di Presiden…(on progress).
- Peperangan dan perpecahan akhirnya menjadi reality… (target).
- End of Republic…(End).
Namun, sangat disayangkan pejabat sibuk memperkaya diri….wakil di DPR juga tidak terdengar gaungnya. Generasi muda hanya sibuk dengan gadgetnya.. Pembaca, masih ada waktu untuk mempertahankan NKRI. Jika bukan kita yang membela NKRI, maka siapa lagi.